10 Kesalahan Brand Saat Menilai Engagement Rate Influencer & KOL yang Wajib Diketahui
Menilai kualitas seorang influencer atau KOL bukan hanya soal jumlah followers. Banyak brand masih salah langkah saat mengevaluasi engagement rate, padahal metrik inilah yang menentukan apakah konten mereka benar-benar berinteraksi dengan audiens. Memahami cara menilai engagement rate secara tepat membantu brand memastikan bahwa influencer benar-benar memiliki audiens yang aktif dan relevan.
Berikut adalah kesalahan yang paling sering terjadi beserta penjelasannya.
1. Terlalu Mengutamakan Jumlah Followers
Mengandalkan jumlah followers sebagai indikator utama dapat menyesatkan. Angka tersebut tidak selalu menunjukkan kualitas interaksi. Influencer dengan basis pengikut besar bisa saja memiliki engagement rate rendah akibat audiens pasif atau tidak relevan.
Solusi — Fokus pada Rasio & Kualitas Interaksi
- Hitung engagement rate relatif terhadap reach atau impressions, bukan followers semata (mis. interaksi ÷ reach × 100%).
- Lakukan sampling manual pada beberapa posting untuk menilai kualitas komentar (relevansi, panjang, pertanyaan).
- Gunakan metrik pendukung: saves, shares, view-through rate (untuk video), dan click-through (jika memungkinkan).
Baca Juga : Cara Menghitung Engagement Rate dengan Rumus yang Benar
2. Tidak Menggunakan Cara Menilai Engagement Rate yang Tepat
Banyak brand hanya menghitung like dan komentar tanpa membandingkan dengan jumlah tampilan (reach) atau impresi. Cara menilai engagement rate yang tepat harus mempertimbangkan total interaksi dibandingkan jangkauan sebenarnya, sehingga hasilnya lebih akurat.
Solusi — Terapkan Metode Penghitungan yang Lebih Relevan
- Terapkan formula yang sesuai tujuan: untuk brand awareness gunakan interaksi ÷ impressions; untuk konversi tambahkan metrik klik/CTA.
- Bandingkan hasil dengan periode waktu tertentu (mis. 30 hari) untuk mengurangi noise.
- Dokumentasikan metode per campaign supaya evaluasi antar influencer konsisten.
3. Mengabaikan Analisis Kualitas Interaksi
Solusi — Implementasikan Kategori Kualitas Komentar
- Klasifikasikan komentar menjadi: relevan (pertanyaan/opini), netral (emoji/short), spam.
- Hitung proporsi komentar berkualitas sebagai metrik tambahan (mis. % komentar relevan).
- Gunakan sampel acak 10–20 posting untuk evaluasi manual sebelum memutuskan kerja sama.
Tidak semua komentar mencerminkan keterlibatan yang bermakna. Komentar spam, repetitif, atau berbentuk emoji tidak menunjukkan minat nyata dari audiens. Brand perlu mengevaluasi kualitas interaksi, bukan hanya kuantitasnya.
4. Tidak Memperhatikan Konsistensi Engagement
Beberapa akun menunjukkan engagement tinggi hanya pada jenis konten tertentu, sementara konten lainnya stagnan. Ketidakkonsistenan yang signifikan dapat mengindikasikan interaksi tidak organik atau pola engagement yang tidak stabil.
Solusi — Cek Tren & Konsistensi Performat
- Analisis rolling average engagement (mis. 7 atau 30 hari) untuk melihat pola stabilitas.
- Identifikasi jenis konten yang consistently high-performing dan pertimbangkan format itu untuk kampanye.
- Jika ada lonjakan tidak wajar, lakukan pengecekan lebih lanjut (waktu posting, penggunaan giveaway, dsb.).
5. Kurang Memperhatikan Kesesuaian Audiens dengan Target Brand
Engagement rate tinggi tidak otomatis berarti relevan. Brand harus memastikan bahwa demografi audiens influencer termasuk usia, lokasi, minat selaras dengan target pasar. Ketidaksesuaian audiens dapat menurunkan efektivitas kampanye.
Baca Juga : Engagement Rate KOL Tinggi Tapi Kok Penjualan Nggak Naik? Ini Penjelasannya
Solusi — Verifikasi Demografi & Minat Audiens
- Minta media kit atau insight audiens (usia, lokasi, gender, interest).
- Survei singkat ke sample follower atau gunakan tools analytics untuk memverifikasi relevansi.
- Tetapkan threshold relevansi (mis. ≥ 60% audiens dalam demografis target) sebelum nego harga.
6. Tidak Mendeteksi Interaksi Tidak Natural
Engagement yang berasal dari bot atau komentar otomatis sering kali memiliki pola yang mudah diidentifikasi, seperti komentar seragam atau waktu muncul yang tidak wajar. Brand perlu memeriksa sampel konten untuk memastikan keaslian interaksi.
Solusi — Terapkan Checklist Deteksi Kecurangan
- Periksa pola komentar: pengulangan teks, akun tanpa foto, atau username acak.
- Pantau rasio follower : following, dan growth spikes tanpa sebab (mis. kolaborasi besar).
- Gunakan tools deteksi fraud dan cross-check dengan sample engagement manual.
7. Membatasi Penilaian pada Konten Feed Saja
Solusi — Sertakan Semua Format Konten dalam Penilaian
- Minta data engagement untuk semua format (views, completion rate, replies pada Story, dsb.).
- Beri bobot sesuai tujuan: misalnya Awareness → Reels/Video (higher weight), Conversion → link clicks/CTA.
- Uji format yang relevan lewat campaign kecil (pilot) sebelum skala besar.
Interaksi tidak hanya terjadi di feed. Fitur seperti Story, Reels, atau video pendek memiliki kontribusi besar terhadap performa influencer. Mengabaikan format-format tersebut dapat menghasilkan evaluasi yang kurang menyeluruh.
8. Tidak Menganalisis Tren Pertumbuhan Followers
Kenaikan followers yang tidak alami sering kali menjadi tanda pembelian pengikut. Pertumbuhan yang tidak konsisten atau tiba-tiba melonjak tanpa alasan harus menjadi perhatian sebelum melanjutkan kerja sama.
Solusi — Analisis Historis Pertumbuhan & Sumbernya
- Plot growth curve selama 6–12 bulan; cari spike yang tidak berdasar konten.
- Tanyakan sumber followers (organic, paid promotions, shoutout).
- Jika growth mencurigakan, kurangi ekspektasi engagement atau hindari kerja sama.
9. Tidak Menggunakan Benchmark Industri
Setiap kategori memiliki standar engagement rate yang berbeda. Influencer di industri gaming, kecantikan, dan parenting memiliki karakteristik audiens yang unik. Membandingkan angka engagement tanpa mempertimbangkan benchmark dapat menyebabkan interpretasi yang keliru.
Solusi — Susun Benchmark Berdasarkan Niche & Ukuran Akun
- Kumpulkan benchmark per niche dan tier follower (nano, micro, macro) untuk perbandingan realistis.
- Gunakan benchmark sebagai filter awal lalu lakukan analisis kualitatif lanjutan.
- Perbarui benchmark secara periodik karena standar platform berubah.
Baca Juga : Berapa Engagement Rate yang Bagus? Benchmark Instagram & TikTok 2025
10. Mengabaikan Kinerja Influencer dalam Kolaborasi Sebelumnya
Riwayat kampanye sebelumnya merupakan indikator penting. Evaluasi bagaimana audiens merespons konten berbayar influencer lain, bagaimana kualitas penyampaiannya, dan apakah hasilnya sesuai ekspektasi.
Solusi — Minta Case Studies & Hasil Kampanye Sebelumnya
- Tanyakan KPI riil dari kampanye sebelumnya: CTR, leads, penjualan, atau engagement spesifik.
- Minta permission untuk melihat laporan performance (atau setidaknya metrik ringkas).
- Jadi partner dalam pilot campaign dengan KPI terukur sebelum komitmen panjang.Tanyakan KPI riil dari kampanye sebelumnya: CTR, leads, penjualan, atau engagement spesifik.
- Minta permission untuk melihat laporan performance (atau setidaknya metrik ringkas).
Penutup
Memahami cara menilai engagement rate dengan kerangka yang tepat kombinasi kuantitatif dan kualitatif akan membantu brand mengalokasikan anggaran secara lebih efektif dan memilih influencer atau KOL yang benar-benar mendukung tujuan bisnis.
Tapi jika Anda ingin proses penilaian influencer atau KOL yang lebih cepat, akurat, dan bebas perhitungan manual, Kolivo siap membantu. Dalam hitungan detik, Anda dapat melihat engagement rate influencer & KOL hingga performa kontennya secara otomatis.
Yuk, mulai cek Engagement Rate influencer & KOL sekarang di kolivo.id dan rasakan sendiri betapa praktisnya membuat keputusan yang lebih tepat.